Langsung ke konten utama

Agama Buddha Tidak Menyembah Berhala


Apakah umat Buddha (Buddhis) adalah seorang pemyembah berhala seperti yang dikatakan oleh agama lain? berikut ini adalah penjelasan mengapa umat Buddha sangat menghargai wujud penggambaran dari Sang Buddha dalam bentuk patung (rupang) atau lukisan.

Penghormatan Terhadap Objek

Dalam setiap agama pasti terdapat objek-objek atau simbol-simbol yang ditujukan untuk penghormatan. Dalam Buddhisme terdapat tiga objek agama yang utama untuk tujuan tersebut, yaitu:

1. Saririka atau relik-relik jasmani Sang Buddha;
2. Uddesika atau simbol-simbol agama seperti rupang (patung, gambar) Sang Buddha dan cetiya atau pagoda;
3. Paribhogika atau barang-barang pribadi yang pernah digunakan oleh Buddha.

Sudah menjadi hal yang biasa bagi semua umat Buddha di seluruh dunia untuk memberikan penghormatan kepada objek-objek di atas. Dan juga merupakan tradisi umat Buddha untuk membangun rupang Sang Buddha, cetiya atau pagoda pagoda serta menanam pohon Bodhi di setiap Vihara sebagai objek penghormatan keagamaan.

Banyak orang salah paham dan menggangap umat Buddha sebagai penyembah berhala. Kesalahpahaman ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang ajaran Buddha serta adat istiadat dan tradisi Buddhis.

Penyembahan berhala secara umum berarti mendirikan patung dewa-dewi di beberapa agama theistik dalam berbagai bentuk oleh pemeluknya untuk disembah, mencari berkah dan perlindungan serta untuk berkah kemewahan, kesehatan dan kekayaan para pemohon. Beberapa pemohon bahkan memohon kepada patung untuk memenuhi bermacam kekuasaan pribadi walaupun kekuasaan itu diperolehi dengan cara yang salah. Mereka juga berdoa agar dosa mereka diampuni.

Bukan Menyembah Berhala Tetapi Memberikan Penghormatan

Pemujaan terhadap rupang (gambar/patung) Sang Buddha sebenarnya berbeda dengan aspek yang diterangkan di atas. Bahkan istilah "menyembah" ini sendiri tidak sesuai dengan sudut pandang Buddhis. "Memberi penghormatan" merupakan istilah yang lebih tepat. Umat Buddha tidak berdoa kepada patung atau berhala; apa yang mereka lakukan adalah memberi penghormatan kepada seorang guru agama yang agung yang layak diberi penghormatan. 

Rupang-rupang didirikan sebagai tanda penghormatan dan penghargaan untuk pencapaian tertinggi dari Pencerahan dan kesempurnaan yang dicapai oleh seorang guru agama yang luar biasa. Bagi seseorang Buddhis, rupang (gambar/patung) Sang Buddha hanya merupakan suatu tanda, simbol yang membantunya mengingat Sang Buddha.

Umat Buddha berlutut dan memberi hormat kepada rupang (gambar/patung) sebenarnya memberi hormat kepada apa yang di wakili dari rupang (gambar/patung) itu. Mereka mencari keinginan duniawi dari rupang (gambar/patung) tersebut. Mereka merenung dan bermeditasi untuk mendapatkan inspirasi dari kepribadian mulia Sang Buddha. Mereka berusaha menyamakan kesempurnaanNya dengan mengikuti ajaran-ajaran mulia Sang Buddha.

Umat Buddha menghormati kebajikan dan kesucian guru agamanya yang diwakili oleh rupang (gambar/patung) tersebut. Faktanya semua penganut agama menciptakan rupang (gambar/patung) yang mewakili guru agama mereka baik dalam bentuk visual atau dalam bentuk penggambaran secara pikiran untuk penghormatan. Oleh karena itu, tidak tepat dan tidak adil untuk mengkritik dan menyatakan bahwa umat Buddha adalah penyembah berhala.

Tindakan memberi penghormatan kepada seorang yang mulia, Sang Buddha, bukanlah suatu perbuatan yang dilakukan atas dasar rasa takut atau perbuatan untuk memohon kebahagiaan duniawi. Umat Buddha percaya bahwa perbuatan menghargai dan menghormati ciri-ciri suci yang dimiliki oleh guru agama mereka merupakan suatu perbuatan yang berpahala dan membawa berkah. 

Kita Adalah Juruselamat Bagi Diri Kita Sendiri

Umat Buddha juga percaya bahwa mereka sendiri yang bertanggungjawab atas keselamatan diri mereka sendiri dan tidak harus bergantung kepada pihak ketiga. Meskipun demikian, ada pihak lain yang percaya bahwa mereka bisa mendapat keselamatan mereka melalui perantaran pihak ketiga dan mereka inilah yang mengkritik umat Buddha sebagai penyembah rupang (gambar/patung) seorang yang sudah tiada lagi di dunia. Fisik seseorang bisa mengalami disintegrasi dan terurai menjadi empat unsur tetapi kebajikannya akan kekal selamanya. Seorang Buddhis menghargai dan menghormati sifat-sifat mulia ini. Oleh itu, tuduhan terus menerus terhadap umat Buddha sangat disayangkan, sama sekali salah serta tidak berdasar.

Ketika kita mempelajari ajaran Sang Buddha, kita dapat memahami Sang Bhagava telah mengatakan bahwa Sang Buddha hanyalah seorang guru yang telah menunjukkan jalan yang benar untuk keselamatan dan berpulang kembali kepada penganutnya untuk menjalani kehidupan beragama dan menyucikan pikiran mereka untuk mendapatkan keselamatan tanpa bergantung kepada guru agama mereka. 

Menurut Sang Buddha, tidak ada tuhan atau guru agama manapun yang dapat memasukkan seseorang ke dalam surga atau neraka. Manusia menciptakan surga dan nerakanya sendiri melalui pikiran, tindak-tanduk serta perkataan mereka sendiri.

Tidak Mengharapkan Imbalan

Oleh karena itu, berdoa kepada pihak ketiga untuk keselamatan diri tanpa menyingkirkan pikiran jahat merupakan satu perbuatan yang sia-sia. Namun begitu, ada beberapa orang termasuk umat Buddha dalam melakukan sembahyang tradisonal di hadapan rupang (gambar/patung) akan mencurahkan masalah-masalah mereka, nasib malang yang dialami serta kesulitan yang dihadapi dan memohon pertolongan Sang Buddha untuk membantu mereka menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Walaupun perbuatan tersebut bukan suatu praktik Buddhis yang sebenarnya, tetapi perbuatan demikian dapat mengurangi ketegangan emosi, memberi inspirasi kepada pemohon untuk mendapatkan keberanian dan ketetapan hati untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. 

Hal ini juga umum dilakukan di beberapa agama lain. Tetapi bagi mereka yang dapat memahami sebenarnya penyebab dasar dari permasalahan mereka, mereka tidak membutuhkan tindakan seperti itu. Ketika umat Buddha menghormati Sang Buddha, mereka menghormatiNya dengan malafalkan kalimat-kalimat yang memuliakan kebajikan murniNya. Kalimat-kalimat ini bukanlah doa-doa dalam hal meminta kepada tuhan atau dewa untuk menghapus dosa mereka. Kalimat-kalimat ini hanya bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada seorang Guru Agung yang telah mencapai Pencerahan dan menunjukkan cara hidup yang benar untuk kebaikan manusia. 

Umat Buddha menghormati guru agama mereka atas dasar rasa berterima kasih sedangkan penganut agama lain berdoa dan membuat permohonan untuk mendapatkan keuntungan dan manfaat bagi mereka. Sang Buddha juga menasihati kita untuk “menghormati mereka yang pantas dihormati.” Oleh karena itu, seorang Buddhis boleh mengakui dan menghormati guru agama manapun yang pantas dan layak dihormati.

Fungsi Rupang Buddha di Altar Vihara

Di tempat puja bakti, umat Buddha melaksanakan meditasi untuk melatih pikiran dan disiplin diri. Untuk tujuan meditasi, sebuah objek diperlukan; tanpa suatu objek untuk dipegang, tidaklah mudah untuk berkonsentrasi. Umat Buddha kadangkala menggunakan rupang (gambar/patung) Sang Buddha sebagai objek dimana mereka dapat berkonsentrasi dan mengontrol pikiran mereka.

Di antara banyak objek meditasi, objek visual (yang bisa dilihat dengan nyata) memiliki efek yang lebih baik dalam pikiran. Di antara lima pancaindera, objek yang kita tangkap melalui kesadaran penglihatan (mata) memiliki pengaruh lebih besar pada pikiran dibanding dengan objek-objek yang ditangkap melalui kesadaran indera lainnya. Indera penglihatan dapat mempengaruhi pikiran lebih dari indera lainnya. Oleh karena itu, objek yang dapat ditangkap oleh mata membantu pikiran untuk konsentrasi secara lebih mudah dan lebih baik.

Gambar atau bentuk adalah bahasa bawah sadar (sub-conscious). Jika demikian, rupang (gambar/patung) Sang Buddha tereflesikan dalam pikiran seseorang sebagai penjelmaan seorang yang sempurna, refleksi ini akan menembus pikiran bawah sadar seseorang dan jika cukup kuat, secara otomatis akan bertidak sebagai pengerem keinginan jahat.

Sebagai suatu objek visual, rupang (gambar/patung) Buddha mempunyai dampak yang baik dalam pikiran; perenungan akan pencapaian dari Sang Buddha dapat menghasilkan kegembiraan, kesegaran pikiran dan menghilangkan ketegangan, keresahan dan frutasi di dalam diri seseorang.

Salah satu tujuan dalam meditasi “Buddha – nussati” (Perenungan Terhadap Buddha), yaitu untuk menciptakan rasa bakti dan keyakinan terhadap Sang Buddha dengan menyadari dan menghargai keagungan Beliau. Oleh karena itu, “menyembah” rupang (gambar/patung) Sang Buddha, dimana tidak terdapat doa permohonan, sumpah-sumpah atau ritual tidak bisa dianggap sebagai menyembah berhala, tetapi sebagai suatu bentuk penghormatan yang ideal.

Inspirasi dari Rupa Sang Buddha

Sang Buddha telah mangkat dan mencapai Nibbana. Sang Buddha tidak memerlukan penghormatan atau persembahan ,tetapi hasil dari penghormatan akan mengikuti kita dan orang-orang akan mendapatkan manfaat dengan mengikuti teladanNya serta merefleksikan melalui pengorbanan tertinggi dan kualitas agungNya.

Seorang Buddhis tidak melakukan pengorbanan binatang atas nama Sang Buddha.
Ketika beberapa Buddhis melihat rupang (gambar/patung) Sang Buddha, rasa bakti dan kebahagiaan muncul dalam pikirannya. Rasa bakti atau kebahagiaan ini merupakan suatu objek yang menciptakan pikiran luhur di dalam pikiran seorang Buddhis yang berbakti. Rupang (gambar/patung) Sang Buddha ini juga membantu orang untuk melupakan kerisauan mereka, kekecewaan dan masalah-masalah serta membantu mereka mengontrol pikiran mereka.

Beberapa filosof terkenal dunia, para sejarahwan dan sarjana menyimpan rupang (gambar/patung) Sang Buddha di atas meja di dalam ruang baca mereka untuk mendapatkan inspirasi kehidupan dan pemikiran yang lebih tinggi. Kebanyakan dari mereka adalah non-Buddhis. Banyak orang menghormati kedua orang tua mereka yang telah meninggal, guru, para pahlawan besar, para raja dan ratu, pemimpin nasional dan politik serta orang-orang lain yang disayangi dengan menyimpan gambar-gambar untuk menghargai memori mereka. Mereka mempersembahkan bunga untuk menyatakan perasaan kasih, terima kasih, penghargaan, penghormatan dan bakti mereka. Mereka mengenang kembali kualitas mulia dan mengingatnya dengan bangga atas pengorbanan dan pelayanan yang diberikan oleh para tokoh ketika mereka masih hidup.

Orang-orang juga mendirikan patung untuk mengenang beberapa tokoh pemimpin politik tertentu yang telah membantai berjuta nyawa yang tidak bersalah. Karena kejahatan dan ketamakan mereka untuk mendapatkan kekuasaan, mereka menjajah negara-negara yang miski dan menciptakan penderitaan, kekejaman, dan kesengsaraan yang tak terkira dengan tindakan perampasan mereka. Namun, mereka masih dianggap sebagai pahlawan besar; dan peringatan tanda jasa diselenggarakan untuk menghormati mereka, dan memberikan bunga-bunga di atas makam dan kuburan mereka. Jika perbuatan tersebut dapat dibenarkan mengapa sebagian orang mengejek umat Buddha sebagai pemuja berhala ketika mereka memberikan penghormatan kepada guru agama mereka yang telah melayani umat manusia tanpa merugikan yang lain dan yang telah menaklukkan seluruh dunia melalui kasih sayang, belas kasih dan kebijaksanaan-Nya?

Bisakah seseorang dengan pikiran sehat mengatakan bahwa menghormati rupang (gambar/patung) Sang Buddha sebagai sesuatu yang tidak berbudaya, tidak bermoral atau tindakan yang merugikan seperti mengganggu kedamaian dan kebahagiaan orang lain?

Apabila sebuah rupang (gambar/patung) sama sekali tidak penting bagi manusia dalam menjalankan agama maka simbol-simbol agama tertentu dan tempat-tempat beribadat juga tidak diperlukan. Umat Buddha dikecam oleh beberapa orang sebagai penyembah batu. Tetapi menyembah batu tidak berbahaya dan lebih terhormat dibandingkan dengan umat agama lain yang melakukan pelemparan batu.

Pentingnya Praktek

Bagaimanapun juga, untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Sang Buddha, keberadaan rupang (gambar/patung) Sang Buddha bukanlah suatu keharusan . Seorang Buddhis dapat mempraktekkan agama mereka tanpa rupang (gambar/patung) Sang Buddha; mereka bisa melakukan hal ini kerena Sang Buddha tidak menganjurkan manusia untuk mengembangkan pengkultusan individu, dimana menurut ajaran Sang Buddha, seorang Buddhis tidak sepatutnya bergantung kepada orang lain bahkan kepada Sang Buddha sendiri untuk keselamatan dirinya.

Semasa kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu bernama Wakkali. Bhikkhu ini selalu duduk di hadapan Sang Buddha dan mengagumi keindahan ciri-ciri fisik Sang Buddha. Wakkali mengatakan bahwa ia mendapat kebahagiaan dan inspirasi yang besar dengan mengagumi keindahan Sang Buddha. Sang Buddha menjawab, “Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sebenarnya dengan hanya melihat tubuh fisiknya saja. Mereka yang melihat ajaran saya maka melihat saya”.

Aspek yang paling penting sekali dalam Buddhisme adalah mempraktekkan nasihat-nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Di dalam hal ini, tidak ada bedanya antara seorang Buddhis yang memberi penghormatan kepada Sang Buddha dengan yang tidak. Tetapi bagi beberapa umat, penghormatan ini sangat penting. Bagaimanapun juga, Sang Buddha tidak mengatakan bahwa Beliau mengharapkan penghormatan.

Pendapat Para Intelektual Mengenai Rupang Buddha

Pendit Nehru, mantan Perdana Menteri India, mengulas tentang rupang (gambar/patung) Buddha seperti berikut:

“MataNya tertutup, tetapi ada suatu kekuatan spiritual yang keluar dari matanya dan energi vital memenuhi strukturnya. Banyak jaman bergulir, dan nampaknya Sang Buddha tidak pergi terlalu jauh; suaranNya berbisik di telinga kita dan memberitahu kita supaya jangan lari dari perjuangan tetapi, menghadapinya dengan pandangan tenang, dan melihat peluang–peluang besar dalam hidup untuk terus berkembang dan maju.” Nehru juga pernah berkata, “Semasa saya berada di dalam penjara, saya sentiasa memikirkan tentang rupang (gambar/patung) Buddha yang merupakan sumber inspirasi yang luar biasa untuk saya.”

Semasa Perang Dunia Kedua, General Ian Hamilton menemukan sebuah rupang Buddha di dalam sebuah reruntuhan vihara di Burma. Ia mengirim rupang tersebut ke Winston Churchill yang pada waktu itu menjadi Perdana Menteri Inggris dengan satu pesanan:

“Ketika anda khawatir, lihatlah rupang yang wajahnya begitu tenang dan tersenyumlah kepada kekhawatiran anda.”
Count Keyserling, seorang filosof berkata:

“Saya tidak mengetahui hal lain yang lebih agung di dunia ini selain dari figur seorang Buddha; yang merupakan suatu penjelmaan spiritual yang sungguh sempurna di dalam dunia nyata (visible domain)”

Sarjana lain berkata:

“Rupang (gambar/patung) Buddha yang kita lihat merupakan suatu simbol yang mewakili kualitas. Pujian dan penghormatan kepada Sang Buddha tidak lain merupakan suatu simbol penghargaan atas keagungan dan kebahagian yang kita ketemui melalui ajaranNya.”

Ketenangan dan ketentraman rupang Sang Buddha telah menjadi konsep umum kecantikan dari keindahan yang ideal. Rupang Sang Buddha merupakan sesuatu yang sangat berharga, aset kebudayaan Asia yang paling berharga dan dipunyai oleh banyak orang. Tanpa rupang Buddha, Asia hanya akan dikenali sebagai suatu kawasan geografi saja mespikun semakmur apapun.

Umat Buddhis menghormati patung Sang Buddha sebagai monumen keagungan, kebijaksanaan, yang paling sempurna, dan penuh belas kasih dari seorang guru agama yang pernah hidup di dunia ini. Rupang ini diperlukan untuk mengingat kembali Sang Buddha dan kualitas agungNya yang memberikan inspirasi kepada jutaan manusia dari generasi ke generasi dalam dunia yang berbudaya. Rupang ini menolong mereka berkonsentrasi kepada Buddha. Mereka merasakan kehadiran Sang Guru di dalam pikiran mereka, dan dengan demikian menjadikan penghormatan mereka lebih jelas dan bermakna.

Sebagai seorang Buddhis, akan sangat tepat sekiranya untuk anda mempunyai rupang atau gambar Buddha di dalam rumah anda. Simpanlah rupang atau gambar ini bukan sebagai pajangan yang dipamerkan tetapi sebagai objek puja, penghormatan, dan inspirasi. Ketentraman rupang Buddha merupakan satu simbol yang memancarkan kasih sayang, kesucian dan kesempurnaan yang menjadi sumber penghibur dan inspirasi dalam membantu anda mengatasi berbagai permasalahan dan kekhawatiran yang harus anda hadapi dalam akitivitas keseharian di dunia yang bermasalah ini.

Ketika anda memberi penghormatan kepada Sang Buddha, anda akan mendapat banyak manfaat apabila anda bermeditasi beberapa saat dengan memfokuskuskan pikiran anda pada kualitas agung dan mulia Sang Buddha. Jika anda memikirkan Guru Agung, anda dapat menyempurnakan diri anda melalui bimbinganNya. Oleh karena itu, bukan hal yang tidak wajar penghormatan ini terekspresikan di dalam bentuk seni dan pahatan yang terbaik dan terindah di dunia.

Seorang penulis terkenal lainnya mengatakan di dalam bahasa filsafatnya mengenai arti sebenarnya di dalam memberi penghormatan kepada Sang Buddha, seperti berikut:

“Kita juga perlu memberi penghormatan meskipun pemujaan itu diarahkan bukan untuk seorang-karena sebenarnya semua personalitas merupakan mimpi, tetapi pemujaan itu diarahkan kepada kesesuaian hati kita. Dengan itu, kita dapat menemui kekuatan baru dan membangun mahligai kehidupan kita sendiri, membersihkan hati kita sampai layak untuk membawa rupang tersebut di dalam tempat perlindungan kasih sayang yang mendalam. Di atas altarnya, kita semua perlu mempersembahkan hadiah bukan cahaya yang padam, bunga-bunga yang layu, tetapi tindakan kasih sayang, pengorbanan dan tanpa keakuan terhadap semua yang berada di sekeliling kita.”

Anatol France, di dalam autobiografinya menulis, “Di awal bulan Mei, 1890, kesempatan membawaku untuk mengunjungi sebuah musium di Paris. Di sana berdiri dewa-dewa Asia dalam kesunyian dan kesederhanaan, pandanganku jatuh pada patung Sang Buddha yang memberi isyarat kepada penderitaan manusia untuk mengembangkan pemahaman dan belas kasih. Jika ada tuhan yang pernah berjalan di atas muka bumi ini, saya merasakan Beliaulah (Buddha) orangnya. Saya merasa seperti berlutut dan berdoa kepadaNya seperti kepada Tuhan.”

Mr. Ouspensky, seorang penulis Barat lainnya, mengekspresikan perasaannya terhadap rupang Buddha yang ia temukan di Sri Lanka. Ia berkata, “Rupang Buddha ini merupakan suatu bagian seni yang sungguh istimewa. Saya tidak mengetahui hasil karya seni lainnya yang sejajar dengan rupang Buddha dengan mata dari batu safir, dimana sepengetahuan saya tidak ada karya seni yang dapat mengekspresikan dengan sempurna idea suatu agama seperti wajah rupang Buddha yang mengekspresikan ide Buddhisme.” Selanjutnya ia berkata, ”Tidak perlu membaca banyak buku tentang Buddhisme atau berjalan bersama dengan para professor yang mempelajari agama–agama Timur atau belajar dengan para bhikkhu. Seseorang harus datang ke sini, berdiri di hadapan rupang Buddha ini dan biarkan pancaran mata birunya menembus kehidupannya, dan dia akan memahami apa itu Buddhisme.”

Kesenian Buddhis yang indah dari membangun rupang, menciptakan lukisan dinding tentang beragam kisah Buddhis telah memberikan inspirasi yang sangat besar pada kekayaan seni dan budaya di hampir setiap negara Asia lebih dari 2000 tahun.

Apakah yang membuat pesan-pesan Sang Buddha begitu diminati oleh orang yang telah mengembangkan intelektual mereka? Jawabannya mungkin terlihat pada ketentraman rupang Sang Buddha. Bukan hanya dalam warna dan garis manusia mengekspresikan keyakinannya terhadap Sang Buddha dan ajaranNya. Tangan manusia menempa logam dan batu memproduksi rupang Buddha yang merupakan salah satu ciptaan terbesar dari kejeniusan manusia.

Jika umat Buddha benar–benar ingin melihat kehadiran Sang Buddha dalam segala keagungan dan keindahan-Nya, mereka harus menerjemahkan ajaran-ajaran-Nya ke dalam tindakan dan situasi praktis pada kehidupan sehari-hari mereka. Dengan mempraktekkan ajaran-ajaran-Nya mereka dapat mendekatkan diri dan merasakan pancaran yang luar biasa dari kebijaksanaan dan belas kasih-Nya yang tidak kunjung padam. Hanya menghormati rupang Sang Buddha tanpa mengikuti ajaran mulia-Nya bukannya cara untuk menemukan keselamatan.

Kehidupan-Nya begitu indah, hati-Nya begitu suci dan baik, pikiran-Nya begitu dalam dan tercerahkan, kepribadian-Nya begitu menginspirasikan dan tanpa ke-aku-an - kehidupan yang sangat sempurna, hati yang sangat berbelas kasih, pikiran yang sangat tenang, kepribadian yang sangat tentram yang patut di hormati, layak diberi penghormatan dan layak diberi persembahan. Sang Buddha yang merupakan kesempurnaan tertinggi dari umat manusia, dan keindahan dari kemanusiaan.

Sir Edwin Arnold menjelaskan sifat alami Kebuddhaan di dalam bukunya ”Light of Asia” (Cahaya Asia) seperti berikut:

“Ini adalah bunga dari pohon manusia kita yang berkembang dalam beribu–ribu tahun. Takkala berkembang, mengisi dunia dengan harum kebijaksanaan dan menjatuhkan madu kasih sayang.”

Seorang penyair terkemuka India, Rabindranath Tagore menyebutkan hal penting dari penampilan Sang Buddha dalam bahasa puitisnya dengan cara berikut:

"Semua makhluk menangis atas kelahiran baru mereka.
Oh, Engkau yang hidup tanpa batas
Selamatkanlah mereka, bangkitkanlah suara harapan abadiMu
Biarkan teratai cinta dengan harta madu yang tak terhingga itu,
membuka kelopaknya dalam cahayanya.
Oh Kedamaian, Oh Kebebasan,
Di dalam belas kasih dan kebaikanMu yang tidak terukur,
Singkirkanlah semua noda gelap dari hati dunia ini."

Apakah umat Buddha benar-benar menyembah berhala? jawabannya adalah tidak benar. Apakah teman-teman sudah mulai memahami tujuan dasar dari praktik ini? Tuliskan komentarmu di bawah ya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Simbol - Simbol Dalam Agama Buddha

Tahukah kamu apa saja simbol-simbol Buddhis? Simbol ini digunakan untuk melambangkan ajaran Buddha dan mengingatkan kita terhadap Sang Buddha. Hampir semua simbol dalam Agama Buddha sangat berkaitan/berhubungan dengan peristiwa pada saat Buddha masih hidup di Bumi. Berikut adalah simbol-simbol Buddhis yang umum digunakan : Rupang Buddha Umat non-Buddhis sering bertanya, apakah umat Buddha menyembah patung atau tidak? Sebagai seorang Buddhis, kita harus memberikan jawaban yang tepat dengan menjelaskan dan memberitahu siapa Sang Buddha dan pengertian Buddha itu sendiri.  Umat Buddha tidak memuja atau sembahyang pada patung/rupang Buddha sebagai Tuhan untuk mengharapkan kemakmuran dan keselamatan, hal-hal duniawi lainnya atau mengharapkan surga setelah meninggal. Ketika umat Buddha memberikan penghormatan dengan cara merangkapkan kedua tangannya di depan dada (sikap Anjali ) kepada rupang Buddha adalah untuk mengenang jasa-jasanya dalam mengajarkan ajaran kebenaran ( Dhamma ) kepa

Puasa Dalam Agama Buddha

Dalam agama Buddha, juga dikenal sebuah istilah yang dapat diartikan sebagai “puasa”. Namun, hendaknya jangan ditafsirkan sebagai puasa tidak makan dan minum selama sekitar 15 jam seperti dalam agama Islam.  Puasa dalam agama Buddha sedikit berbeda dan diperbolehkan minum. Dalam agama Buddha puasa itu disebut Uposatha. Puasa ini tidak wajib bagi umat Buddha, namun biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu bulan (menurut kalender buddhis dimana berdasarkan peredaran bulan), yaitu pada saat bulan terang dan gelap (bulan purnama). Namun ada yang melaksanakan 6 kali dalam satu bulan, tetapi puasa (uposatha) tersebut tidak wajib. Uposatha artinya hari pengamalan (dengan berpuasa) atau dengan pelaksanaan uposatha-sila pada hari atau waktu tertentu (dapat disebut hari uposatha). Puasa tersebut dilaksanakan dengan menjalani uposatha-sila. Uposatha-sila(aturan yang berjumlah delapan) antara lain: 1. Tidak membunuh , artinya adalah tidak melakukan pembunuhan atau melukai makhluk hidup. Makhluk

Daftar Selebritis yang Mendalami Ajaran Buddha

America / British / West / Hollywood - Adam Yauch (Singer) - Alanis Morisette (Singer) - Allen Ginsberg (Poet) - Angelina Jolie (Actress) - Annie Lennox (Artist) - Belinda Carlisle (Singer) - Brad Pitt (Actor, Producer) - Buster Williams (Jazz Musician) - Coco Lee (Singer, Actress) - Cora L. E. Christian (Doctor) - Courtney Love (Singer, Songwriter) - David Beckham (England Footballer) ( terbaru) - Dennis Weaver (Actor) - Ernestine Anderson (Jazz and Blues Singer) - Eric Erlandson (Gitarist) - Fabian Barthez (France Goalkeeper) - George Harrison (Rock Guitarist) - George Lucas (Producer - Starwars) - Goldie Hawn (Actress) - Guy Ritchie (Director) - Harrison Ford (Actor - Air Force One) - Herbie Hancock (Jazz Musician) - Jack Kerouac (Writer) - Jennifer Lopez (Singer, Actress - Shall We Dance) - Joanna Lumley (Actress) - John Cleese (Actor, Comedian, Produce, Writer) - Kate Bosworth (Actress, Former Boyfriend of Orlando Bloom - Superman Returns) - Kate H