Apakah umat Buddha (Buddhis) adalah seorang pemyembah berhala seperti yang dikatakan oleh agama lain? berikut ini adalah penjelasan mengapa umat Buddha sangat menghargai wujud penggambaran dari Sang Buddha dalam bentuk patung (rupang) atau lukisan.
Penghormatan Terhadap Objek
Dalam setiap agama pasti terdapat objek-objek atau simbol-simbol yang
ditujukan untuk penghormatan. Dalam Buddhisme terdapat tiga objek agama yang
utama untuk tujuan tersebut, yaitu:
1. Saririka atau relik-relik jasmani Sang Buddha;
2. Uddesika atau simbol-simbol agama seperti rupang (patung, gambar) Sang
Buddha dan cetiya atau pagoda;
3. Paribhogika atau barang-barang pribadi yang pernah digunakan oleh
Buddha.
Sudah menjadi hal yang biasa bagi semua umat Buddha di seluruh dunia
untuk memberikan penghormatan kepada objek-objek di atas. Dan juga merupakan
tradisi umat Buddha untuk membangun rupang Sang Buddha, cetiya atau pagoda
pagoda serta menanam pohon Bodhi di setiap Vihara sebagai objek penghormatan
keagamaan.
Banyak orang salah paham dan menggangap umat Buddha sebagai penyembah
berhala. Kesalahpahaman ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang
ajaran Buddha serta adat istiadat dan tradisi Buddhis.
Penyembahan berhala secara umum berarti mendirikan patung dewa-dewi di
beberapa agama theistik dalam berbagai bentuk oleh pemeluknya untuk disembah,
mencari berkah dan perlindungan serta untuk berkah kemewahan, kesehatan dan
kekayaan para pemohon. Beberapa pemohon bahkan memohon kepada patung untuk
memenuhi bermacam kekuasaan pribadi walaupun kekuasaan itu diperolehi dengan
cara yang salah. Mereka juga berdoa agar dosa mereka diampuni.
Bukan Menyembah Berhala Tetapi Memberikan Penghormatan
Pemujaan terhadap rupang (gambar/patung) Sang Buddha sebenarnya berbeda
dengan aspek yang diterangkan di atas. Bahkan istilah "menyembah" ini
sendiri tidak sesuai dengan sudut pandang Buddhis. "Memberi
penghormatan" merupakan istilah yang lebih tepat. Umat Buddha tidak berdoa
kepada patung atau berhala; apa yang mereka lakukan adalah memberi penghormatan
kepada seorang guru agama yang agung yang layak diberi penghormatan.
Rupang-rupang didirikan sebagai tanda penghormatan dan penghargaan untuk
pencapaian tertinggi dari Pencerahan dan kesempurnaan yang dicapai oleh seorang
guru agama yang luar biasa. Bagi seseorang Buddhis, rupang (gambar/patung) Sang
Buddha hanya merupakan suatu tanda, simbol yang membantunya mengingat Sang
Buddha.
Umat Buddha berlutut dan memberi hormat kepada rupang (gambar/patung)
sebenarnya memberi hormat kepada apa yang di wakili dari rupang (gambar/patung)
itu. Mereka mencari keinginan duniawi dari rupang (gambar/patung) tersebut.
Mereka merenung dan bermeditasi untuk mendapatkan inspirasi dari kepribadian
mulia Sang Buddha. Mereka berusaha menyamakan kesempurnaanNya dengan mengikuti
ajaran-ajaran mulia Sang Buddha.
Umat Buddha menghormati kebajikan dan kesucian guru agamanya yang
diwakili oleh rupang (gambar/patung) tersebut. Faktanya semua penganut agama
menciptakan rupang (gambar/patung) yang mewakili guru agama mereka baik dalam
bentuk visual atau dalam bentuk penggambaran secara pikiran untuk penghormatan.
Oleh karena itu, tidak tepat dan tidak adil untuk mengkritik dan menyatakan
bahwa umat Buddha adalah penyembah berhala.
Tindakan memberi penghormatan kepada seorang yang mulia, Sang Buddha,
bukanlah suatu perbuatan yang dilakukan atas dasar rasa takut atau perbuatan
untuk memohon kebahagiaan duniawi. Umat Buddha percaya bahwa perbuatan
menghargai dan menghormati ciri-ciri suci yang dimiliki oleh guru agama mereka
merupakan suatu perbuatan yang berpahala dan membawa berkah.
Kita Adalah Juruselamat Bagi Diri Kita Sendiri
Umat Buddha juga
percaya bahwa mereka sendiri yang bertanggungjawab atas keselamatan diri mereka
sendiri dan tidak harus bergantung kepada pihak ketiga. Meskipun demikian, ada
pihak lain yang percaya bahwa mereka bisa mendapat keselamatan mereka melalui
perantaran pihak ketiga dan mereka inilah yang mengkritik umat Buddha sebagai
penyembah rupang (gambar/patung) seorang yang sudah tiada lagi di dunia. Fisik
seseorang bisa mengalami disintegrasi dan terurai menjadi empat unsur tetapi
kebajikannya akan kekal selamanya. Seorang Buddhis menghargai dan menghormati
sifat-sifat mulia ini. Oleh itu, tuduhan terus menerus terhadap umat Buddha
sangat disayangkan, sama sekali salah serta tidak berdasar.
Ketika kita mempelajari ajaran Sang Buddha, kita dapat memahami Sang
Bhagava telah mengatakan bahwa Sang Buddha hanyalah seorang guru yang telah
menunjukkan jalan yang benar untuk keselamatan dan berpulang kembali kepada
penganutnya untuk menjalani kehidupan beragama dan menyucikan pikiran mereka
untuk mendapatkan keselamatan tanpa bergantung kepada guru agama mereka.
Menurut Sang Buddha, tidak ada tuhan atau guru agama manapun yang dapat
memasukkan seseorang ke dalam surga atau neraka. Manusia menciptakan surga dan
nerakanya sendiri melalui pikiran, tindak-tanduk serta perkataan mereka sendiri.
Tidak Mengharapkan Imbalan
Oleh karena itu, berdoa kepada pihak ketiga untuk keselamatan diri tanpa
menyingkirkan pikiran jahat merupakan satu perbuatan yang sia-sia. Namun
begitu, ada beberapa orang termasuk umat Buddha dalam melakukan sembahyang
tradisonal di hadapan rupang (gambar/patung) akan mencurahkan masalah-masalah
mereka, nasib malang yang dialami serta kesulitan yang dihadapi dan memohon
pertolongan Sang Buddha untuk membantu mereka menyelesaikan masalah-masalah
tersebut. Walaupun perbuatan tersebut bukan suatu praktik Buddhis yang sebenarnya,
tetapi perbuatan demikian dapat mengurangi ketegangan emosi, memberi inspirasi
kepada pemohon untuk mendapatkan keberanian dan ketetapan hati untuk
menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.
Hal ini juga umum dilakukan
di beberapa agama lain. Tetapi bagi mereka yang dapat memahami sebenarnya
penyebab dasar dari permasalahan mereka, mereka tidak membutuhkan tindakan
seperti itu. Ketika umat Buddha menghormati Sang Buddha, mereka menghormatiNya
dengan malafalkan kalimat-kalimat yang memuliakan kebajikan murniNya.
Kalimat-kalimat ini bukanlah doa-doa dalam hal meminta kepada tuhan atau dewa
untuk menghapus dosa mereka. Kalimat-kalimat ini hanya bertujuan untuk
memberikan penghormatan kepada seorang Guru Agung yang telah mencapai Pencerahan
dan menunjukkan cara hidup yang benar untuk kebaikan manusia.
Umat Buddha
menghormati guru agama mereka atas dasar rasa berterima kasih sedangkan
penganut agama lain berdoa dan membuat permohonan untuk mendapatkan keuntungan
dan manfaat bagi mereka. Sang Buddha juga menasihati kita untuk “menghormati
mereka yang pantas dihormati.” Oleh karena itu, seorang Buddhis boleh mengakui
dan menghormati guru agama manapun yang pantas dan layak dihormati.
Fungsi Rupang Buddha di Altar Vihara
Di tempat puja bakti, umat Buddha melaksanakan meditasi untuk melatih
pikiran dan disiplin diri. Untuk tujuan meditasi, sebuah objek diperlukan;
tanpa suatu objek untuk dipegang, tidaklah mudah untuk berkonsentrasi. Umat
Buddha kadangkala menggunakan rupang (gambar/patung) Sang Buddha sebagai objek
dimana mereka dapat berkonsentrasi dan mengontrol pikiran mereka.
Di antara banyak objek meditasi, objek visual (yang bisa dilihat dengan
nyata) memiliki efek yang lebih baik dalam pikiran. Di antara lima pancaindera,
objek yang kita tangkap melalui kesadaran penglihatan (mata) memiliki pengaruh
lebih besar pada pikiran dibanding dengan objek-objek yang ditangkap melalui
kesadaran indera lainnya. Indera penglihatan dapat mempengaruhi pikiran lebih
dari indera lainnya. Oleh karena itu, objek yang dapat ditangkap oleh mata membantu
pikiran untuk konsentrasi secara lebih mudah dan lebih baik.
Gambar atau bentuk adalah bahasa bawah sadar (sub-conscious). Jika
demikian, rupang (gambar/patung) Sang Buddha tereflesikan dalam pikiran
seseorang sebagai penjelmaan seorang yang sempurna, refleksi ini akan menembus
pikiran bawah sadar seseorang dan jika cukup kuat, secara otomatis akan
bertidak sebagai pengerem keinginan jahat.
Sebagai suatu objek visual, rupang (gambar/patung) Buddha mempunyai
dampak yang baik dalam pikiran; perenungan akan pencapaian dari Sang Buddha
dapat menghasilkan kegembiraan, kesegaran pikiran dan menghilangkan ketegangan,
keresahan dan frutasi di dalam diri seseorang.
Salah satu tujuan dalam meditasi “Buddha – nussati” (Perenungan Terhadap
Buddha), yaitu untuk menciptakan rasa bakti dan keyakinan terhadap Sang Buddha
dengan menyadari dan menghargai keagungan Beliau. Oleh karena itu, “menyembah”
rupang (gambar/patung) Sang Buddha, dimana tidak terdapat doa permohonan,
sumpah-sumpah atau ritual tidak bisa dianggap sebagai menyembah berhala, tetapi
sebagai suatu bentuk penghormatan yang ideal.
Inspirasi dari Rupa Sang Buddha
Sang Buddha telah mangkat dan mencapai Nibbana. Sang Buddha tidak
memerlukan penghormatan atau persembahan ,tetapi hasil dari penghormatan akan
mengikuti kita dan orang-orang akan mendapatkan manfaat dengan mengikuti
teladanNya serta merefleksikan melalui pengorbanan tertinggi dan kualitas
agungNya.
Seorang Buddhis tidak melakukan pengorbanan binatang atas nama Sang
Buddha.
Ketika beberapa Buddhis melihat rupang (gambar/patung) Sang Buddha, rasa
bakti dan kebahagiaan muncul dalam pikirannya. Rasa bakti atau kebahagiaan ini
merupakan suatu objek yang menciptakan pikiran luhur di dalam pikiran seorang
Buddhis yang berbakti. Rupang (gambar/patung) Sang Buddha ini juga membantu
orang untuk melupakan kerisauan mereka, kekecewaan dan masalah-masalah serta
membantu mereka mengontrol pikiran mereka.
Beberapa filosof terkenal dunia, para sejarahwan dan sarjana menyimpan rupang
(gambar/patung) Sang Buddha di atas meja di dalam ruang baca mereka untuk
mendapatkan inspirasi kehidupan dan pemikiran yang lebih tinggi. Kebanyakan
dari mereka adalah non-Buddhis. Banyak orang menghormati kedua orang tua mereka
yang telah meninggal, guru, para pahlawan besar, para raja dan ratu, pemimpin
nasional dan politik serta orang-orang lain yang disayangi dengan menyimpan
gambar-gambar untuk menghargai memori mereka. Mereka mempersembahkan bunga
untuk menyatakan perasaan kasih, terima kasih, penghargaan, penghormatan dan
bakti mereka. Mereka mengenang kembali kualitas mulia dan mengingatnya dengan
bangga atas pengorbanan dan pelayanan yang diberikan oleh para tokoh ketika
mereka masih hidup.
Orang-orang juga mendirikan patung untuk mengenang beberapa tokoh
pemimpin politik tertentu yang telah membantai berjuta nyawa yang tidak
bersalah. Karena kejahatan dan ketamakan mereka untuk mendapatkan kekuasaan,
mereka menjajah negara-negara yang miski dan menciptakan penderitaan,
kekejaman, dan kesengsaraan yang tak terkira dengan tindakan perampasan mereka.
Namun, mereka masih dianggap sebagai pahlawan besar; dan peringatan tanda jasa
diselenggarakan untuk menghormati mereka, dan memberikan bunga-bunga di atas
makam dan kuburan mereka. Jika perbuatan tersebut dapat dibenarkan mengapa
sebagian orang mengejek umat Buddha sebagai pemuja berhala ketika mereka
memberikan penghormatan kepada guru agama mereka yang telah melayani umat
manusia tanpa merugikan yang lain dan yang telah menaklukkan seluruh dunia melalui
kasih sayang, belas kasih dan kebijaksanaan-Nya?
Bisakah seseorang dengan pikiran sehat mengatakan bahwa menghormati
rupang (gambar/patung) Sang Buddha sebagai sesuatu yang tidak berbudaya, tidak
bermoral atau tindakan yang merugikan seperti mengganggu kedamaian dan
kebahagiaan orang lain?
Apabila sebuah rupang (gambar/patung) sama sekali tidak penting bagi
manusia dalam menjalankan agama maka simbol-simbol agama tertentu dan
tempat-tempat beribadat juga tidak diperlukan. Umat Buddha dikecam oleh beberapa
orang sebagai penyembah batu. Tetapi menyembah batu tidak berbahaya dan lebih
terhormat dibandingkan dengan umat agama lain yang melakukan pelemparan batu.
Pentingnya Praktek
Bagaimanapun juga, untuk mempraktekkan ajaran-ajaran Sang Buddha, keberadaan
rupang (gambar/patung) Sang Buddha bukanlah suatu keharusan . Seorang Buddhis
dapat mempraktekkan agama mereka tanpa rupang (gambar/patung) Sang Buddha;
mereka bisa melakukan hal ini kerena Sang Buddha tidak menganjurkan manusia
untuk mengembangkan pengkultusan individu, dimana menurut ajaran Sang Buddha,
seorang Buddhis tidak sepatutnya bergantung kepada orang lain bahkan kepada
Sang Buddha sendiri untuk keselamatan dirinya.
Semasa kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu bernama Wakkali.
Bhikkhu ini selalu duduk di hadapan Sang Buddha dan mengagumi keindahan
ciri-ciri fisik Sang Buddha. Wakkali mengatakan bahwa ia mendapat kebahagiaan
dan inspirasi yang besar dengan mengagumi keindahan Sang Buddha. Sang Buddha
menjawab, “Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sebenarnya dengan hanya
melihat tubuh fisiknya saja. Mereka yang melihat ajaran saya maka melihat
saya”.
Aspek yang paling penting sekali dalam Buddhisme adalah mempraktekkan
nasihat-nasihat yang diberikan oleh Sang Buddha. Di dalam hal ini, tidak ada
bedanya antara seorang Buddhis yang memberi penghormatan kepada Sang Buddha
dengan yang tidak. Tetapi bagi beberapa umat, penghormatan ini sangat penting.
Bagaimanapun juga, Sang Buddha tidak mengatakan bahwa Beliau mengharapkan
penghormatan.
Pendapat Para Intelektual Mengenai Rupang Buddha
Pendit Nehru, mantan Perdana Menteri India, mengulas tentang rupang
(gambar/patung) Buddha seperti berikut:
“MataNya tertutup, tetapi ada suatu kekuatan spiritual yang keluar dari
matanya dan energi vital memenuhi strukturnya. Banyak jaman bergulir, dan
nampaknya Sang Buddha tidak pergi terlalu jauh; suaranNya berbisik di telinga
kita dan memberitahu kita supaya jangan lari dari perjuangan tetapi,
menghadapinya dengan pandangan tenang, dan melihat peluang–peluang besar dalam
hidup untuk terus berkembang dan maju.” Nehru juga pernah berkata, “Semasa saya
berada di dalam penjara, saya sentiasa memikirkan tentang rupang (gambar/patung)
Buddha yang merupakan sumber inspirasi yang luar biasa untuk saya.”
Semasa Perang Dunia Kedua, General Ian Hamilton menemukan sebuah rupang
Buddha di dalam sebuah reruntuhan vihara di Burma. Ia mengirim rupang tersebut
ke Winston Churchill yang pada waktu itu menjadi Perdana Menteri Inggris dengan
satu pesanan:
“Ketika anda khawatir, lihatlah rupang yang wajahnya begitu tenang dan
tersenyumlah kepada kekhawatiran anda.”
Count Keyserling, seorang filosof berkata:
“Saya tidak mengetahui hal lain yang lebih agung di dunia ini selain dari
figur seorang Buddha; yang merupakan suatu penjelmaan spiritual yang sungguh
sempurna di dalam dunia nyata (visible domain)”
Sarjana lain berkata:
“Rupang (gambar/patung) Buddha yang kita lihat merupakan suatu simbol
yang mewakili kualitas. Pujian dan penghormatan kepada Sang Buddha tidak lain
merupakan suatu simbol penghargaan atas keagungan dan kebahagian yang kita
ketemui melalui ajaranNya.”
Ketenangan dan ketentraman rupang Sang Buddha telah menjadi konsep umum
kecantikan dari keindahan yang ideal. Rupang Sang Buddha merupakan sesuatu yang
sangat berharga, aset kebudayaan Asia yang paling berharga dan dipunyai oleh
banyak orang. Tanpa rupang Buddha, Asia hanya akan dikenali sebagai suatu
kawasan geografi saja mespikun semakmur apapun.
Umat Buddhis menghormati patung Sang Buddha sebagai monumen keagungan,
kebijaksanaan, yang paling sempurna, dan penuh belas kasih dari seorang guru
agama yang pernah hidup di dunia ini. Rupang ini diperlukan untuk mengingat
kembali Sang Buddha dan kualitas agungNya yang memberikan inspirasi kepada
jutaan manusia dari generasi ke generasi dalam dunia yang berbudaya. Rupang ini
menolong mereka berkonsentrasi kepada Buddha. Mereka merasakan kehadiran Sang
Guru di dalam pikiran mereka, dan dengan demikian menjadikan penghormatan
mereka lebih jelas dan bermakna.
Sebagai seorang Buddhis, akan sangat tepat sekiranya untuk anda mempunyai
rupang atau gambar Buddha di dalam rumah anda. Simpanlah rupang atau gambar ini
bukan sebagai pajangan yang dipamerkan tetapi sebagai objek puja, penghormatan,
dan inspirasi. Ketentraman rupang Buddha merupakan satu simbol yang memancarkan
kasih sayang, kesucian dan kesempurnaan yang menjadi sumber penghibur dan
inspirasi dalam membantu anda mengatasi berbagai permasalahan dan kekhawatiran
yang harus anda hadapi dalam akitivitas keseharian di dunia yang bermasalah
ini.
Ketika anda memberi penghormatan kepada Sang Buddha, anda akan mendapat
banyak manfaat apabila anda bermeditasi beberapa saat dengan memfokuskuskan
pikiran anda pada kualitas agung dan mulia Sang Buddha. Jika anda memikirkan
Guru Agung, anda dapat menyempurnakan diri anda melalui bimbinganNya. Oleh
karena itu, bukan hal yang tidak wajar penghormatan ini terekspresikan di dalam
bentuk seni dan pahatan yang terbaik dan terindah di dunia.
Seorang penulis terkenal lainnya mengatakan di dalam bahasa filsafatnya
mengenai arti sebenarnya di dalam memberi penghormatan kepada Sang Buddha,
seperti berikut:
“Kita juga perlu memberi penghormatan meskipun pemujaan itu diarahkan
bukan untuk seorang-karena sebenarnya semua personalitas merupakan mimpi,
tetapi pemujaan itu diarahkan kepada kesesuaian hati kita. Dengan itu, kita
dapat menemui kekuatan baru dan membangun mahligai kehidupan kita sendiri,
membersihkan hati kita sampai layak untuk membawa rupang tersebut di dalam
tempat perlindungan kasih sayang yang mendalam. Di atas altarnya, kita semua
perlu mempersembahkan hadiah bukan cahaya yang padam, bunga-bunga yang layu,
tetapi tindakan kasih sayang, pengorbanan dan tanpa keakuan terhadap semua yang
berada di sekeliling kita.”
Anatol France, di dalam autobiografinya menulis, “Di awal bulan Mei,
1890, kesempatan membawaku untuk mengunjungi sebuah musium di Paris. Di sana
berdiri dewa-dewa Asia dalam kesunyian dan kesederhanaan, pandanganku jatuh
pada patung Sang Buddha yang memberi isyarat kepada penderitaan manusia untuk
mengembangkan pemahaman dan belas kasih. Jika ada tuhan yang pernah berjalan di
atas muka bumi ini, saya merasakan Beliaulah (Buddha) orangnya. Saya merasa
seperti berlutut dan berdoa kepadaNya seperti kepada Tuhan.”
Mr. Ouspensky, seorang penulis Barat lainnya, mengekspresikan perasaannya
terhadap rupang Buddha yang ia temukan di Sri Lanka. Ia berkata, “Rupang Buddha
ini merupakan suatu bagian seni yang sungguh istimewa. Saya tidak mengetahui
hasil karya seni lainnya yang sejajar dengan rupang Buddha dengan mata dari
batu safir, dimana sepengetahuan saya tidak ada karya seni yang dapat
mengekspresikan dengan sempurna idea suatu agama seperti wajah rupang Buddha
yang mengekspresikan ide Buddhisme.” Selanjutnya ia berkata, ”Tidak perlu
membaca banyak buku tentang Buddhisme atau berjalan bersama dengan para
professor yang mempelajari agama–agama Timur atau belajar dengan para bhikkhu.
Seseorang harus datang ke sini, berdiri di hadapan rupang Buddha ini dan
biarkan pancaran mata birunya menembus kehidupannya, dan dia akan memahami apa
itu Buddhisme.”
Kesenian Buddhis yang indah dari membangun rupang, menciptakan lukisan
dinding tentang beragam kisah Buddhis telah memberikan inspirasi yang sangat
besar pada kekayaan seni dan budaya di hampir setiap negara Asia lebih dari
2000 tahun.
Apakah yang membuat pesan-pesan Sang Buddha begitu diminati oleh orang
yang telah mengembangkan intelektual mereka? Jawabannya mungkin terlihat pada
ketentraman rupang Sang Buddha. Bukan hanya dalam warna dan garis manusia
mengekspresikan keyakinannya terhadap Sang Buddha dan ajaranNya. Tangan manusia
menempa logam dan batu memproduksi rupang Buddha yang merupakan salah satu
ciptaan terbesar dari kejeniusan manusia.
Jika umat Buddha benar–benar ingin melihat kehadiran Sang Buddha dalam
segala keagungan dan keindahan-Nya, mereka harus menerjemahkan ajaran-ajaran-Nya
ke dalam tindakan dan situasi praktis pada kehidupan sehari-hari mereka. Dengan
mempraktekkan ajaran-ajaran-Nya mereka dapat mendekatkan diri dan merasakan
pancaran yang luar biasa dari kebijaksanaan dan belas kasih-Nya yang tidak
kunjung padam. Hanya menghormati rupang Sang Buddha tanpa mengikuti ajaran
mulia-Nya bukannya cara untuk menemukan keselamatan.
Kehidupan-Nya begitu indah, hati-Nya begitu suci dan baik, pikiran-Nya
begitu dalam dan tercerahkan, kepribadian-Nya begitu menginspirasikan dan tanpa
ke-aku-an - kehidupan yang sangat sempurna, hati yang sangat berbelas kasih,
pikiran yang sangat tenang, kepribadian yang sangat tentram yang patut di
hormati, layak diberi penghormatan dan layak diberi persembahan. Sang Buddha
yang merupakan kesempurnaan tertinggi dari umat manusia, dan keindahan dari
kemanusiaan.
Sir Edwin Arnold menjelaskan sifat alami Kebuddhaan di dalam bukunya
”Light of Asia” (Cahaya Asia) seperti berikut:
“Ini adalah bunga dari pohon manusia kita yang berkembang dalam
beribu–ribu tahun. Takkala berkembang, mengisi dunia dengan harum kebijaksanaan
dan menjatuhkan madu kasih sayang.”
Seorang penyair terkemuka India, Rabindranath Tagore menyebutkan hal
penting dari penampilan Sang Buddha dalam bahasa puitisnya dengan cara berikut:
"Semua makhluk menangis atas kelahiran baru mereka.Oh, Engkau yang hidup tanpa batasSelamatkanlah mereka, bangkitkanlah suara harapan abadiMuBiarkan teratai cinta dengan harta madu yang tak terhingga itu,membuka kelopaknya dalam cahayanya.Oh Kedamaian, Oh Kebebasan,Di dalam belas kasih dan kebaikanMu yang tidak terukur,Singkirkanlah semua noda gelap dari hati dunia ini."
Apakah umat Buddha benar-benar menyembah berhala? jawabannya adalah tidak benar. Apakah teman-teman sudah mulai memahami tujuan dasar dari praktik ini? Tuliskan komentarmu di bawah ya.
Komentar
Posting Komentar