Langsung ke konten utama

Puasa Dalam Agama Buddha

Dalam agama Buddha, juga dikenal sebuah istilah yang dapat diartikan sebagai “puasa”. Namun, hendaknya jangan ditafsirkan sebagai puasa tidak makan dan minum selama sekitar 15 jam seperti dalam agama Islam. 

Puasa dalam agama Buddha sedikit berbeda dan diperbolehkan minum. Dalam agama Buddha puasa itu disebut Uposatha. Puasa ini tidak wajib bagi umat Buddha, namun biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu bulan (menurut kalender buddhis dimana berdasarkan peredaran bulan), yaitu pada saat bulan terang dan gelap (bulan purnama). Namun ada yang melaksanakan 6 kali dalam satu bulan, tetapi puasa (uposatha) tersebut tidak wajib.

Uposatha artinya hari pengamalan (dengan berpuasa) atau dengan pelaksanaan uposatha-sila pada hari atau waktu tertentu (dapat disebut hari uposatha). Puasa tersebut dilaksanakan dengan menjalani uposatha-sila. Uposatha-sila(aturan yang berjumlah delapan) antara lain:

1. Tidak membunuh, artinya adalah tidak melakukan pembunuhan atau melukai makhluk hidup. Makhluk hidup di sini adalah manusia dan binatang. Tumbuhan tidak termasuk)

2. Tidak mencuri, artinya adalah tidak melakukan perbuatan yang mengambil barang tanpa seizin pemiliknya.

3. Tidak melakukan hubungan seks, artinya adalah tidak melakukan hubungan badan baik dengan apa pun juga, dan tidak melakukan kegiatan seks sendiri(masturbasi). Intinya adalah tidak boleh melakukan kegiatan yang memuaskan diri secara seksual

4. Tidak berbohong, artinya tidak berbohong sehingga merugikan orang lain secara langsung atau pun tidak langsung dengan niat buruk.

5. Tidak berkonsumsi makanan yang membuat kesadaran lemah dan ketagihan (alkohol, obat-obatan terlarang), artinya jelas. Jika seseorang mengkonsumsi untuk tujuan medis dalam jumlah kecil dan tidak hilang kesadaran, maka tidak terjadi pelanggaran.

6. Tidak makan pada waktu yang salah. Pengertian di sini adalah bahwa seseorang tidak boleh makan setelah lewat tengah hari hingga subuh/dini hari. Patokannya adalah untuk tengah hari, ketika matahari tepat diatas kepala atau pukul dua belas. dan untuk subuh/dinihari adalah ketika tanpa lampu, seseorang dapat melihat garis tangannya sendiri atau ketika matahari terbit. Jadi seseorang boleh makan (berapa kali pun) hanya pada waktu dinihari/subuh sampai tengah hari (sekitar jam 12).

7. Tidak bernyanyi, menari atau menonton hiburan. Juga tidak memakai perhiasan, kosmetik, atau parfum. Pengertiannya jelas dan untuk mendengarkan musik pun tidak diperbolehkan. Jika musik atau kosmetik digunakan untuk terapi atau untuk menolak penyakit, maka seseorang tidak menjadi melanggar aturan.

8. Tidak duduk atau berbaring di tempat duduk atau tempat duduk yang besar dan tinggi. Pengertiannya di sini adalah tidak tidur di atas tempat yang tingginya lebih dari 20 inci termasuk juga duduk. Tidur atau duduk di tempat yang mewah juga tidak diperbolehkan. 


Jadi, puasa (uposatha) seorang umat Buddha dinyatakan sah, apabila ia mematuhi ke-8 larangan tersebut seperti yang tertulis di atas. Jika salah satu larangan tersebut dilanggar—baik sengaja atau tidak— berarti ia puasanya (uposatha-nya) tidak sempurna.

Ada satu jenis kegiatan lagi dalam agama Buddha yang bisa disebut “puasa”, yaitu vegetaris. Vegetaris berarti tidak makan makanan bernyawa (dalam hal ini daging). Atau bisa dikatakan hanya memakan sayur-sayuran. Dalam pelaksanaan vegetaris ini, umat Buddha yang vegetarian ini tidak makan daging, termasuk jenis bawang-bawangan. Untuk telur atau susu, ada vegetarian yang masih makan, ada yang tidak. 

Namun vegetarian murni (vegan) tidak makan telur ataupun susu. Dalam melaksanakan puasa ini (vegetaris), seseorang boleh makan kapan pun dalam 24 jam, namun hanya makan sayur-sayuran, tidak boleh daging dan bawang-bawangan. Puasa ini (melaksanakan vegetaris) tidak wajib bagi umat Buddha. Biasanya umat Buddha melaksanakannya tanggal 1 dan 15 berdasar kalender lunar (berdasar revolusi bulan), ketika bulan purnama menurut perhitungan lunar.

Kesimpulannya dalam agama Buddha, terdapat puasa namun definisinya berbeda. Puasa jenis I, disebut Uposatha, intinya tidak makan dari setelah siang hari sampai subuh. Puasa jenis II, disebut vegetarian/vegan, intinya tidak makan makanan yang berasal dari makhluk hidup (dalam hal ini daging ataupun produk olahan asal dari hewan).

Puasa dalam Agama Buddha sangat berbeda dengan yang lain jika dibandingkan dengan agama-agama abrahamik/samawi, guys!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Simbol - Simbol Dalam Agama Buddha

Tahukah kamu apa saja simbol-simbol Buddhis? Simbol ini digunakan untuk melambangkan ajaran Buddha dan mengingatkan kita terhadap Sang Buddha. Hampir semua simbol dalam Agama Buddha sangat berkaitan/berhubungan dengan peristiwa pada saat Buddha masih hidup di Bumi. Berikut adalah simbol-simbol Buddhis yang umum digunakan : Rupang Buddha Umat non-Buddhis sering bertanya, apakah umat Buddha menyembah patung atau tidak? Sebagai seorang Buddhis, kita harus memberikan jawaban yang tepat dengan menjelaskan dan memberitahu siapa Sang Buddha dan pengertian Buddha itu sendiri.  Umat Buddha tidak memuja atau sembahyang pada patung/rupang Buddha sebagai Tuhan untuk mengharapkan kemakmuran dan keselamatan, hal-hal duniawi lainnya atau mengharapkan surga setelah meninggal. Ketika umat Buddha memberikan penghormatan dengan cara merangkapkan kedua tangannya di depan dada (sikap Anjali ) kepada rupang Buddha adalah untuk mengenang jasa-jasanya dalam mengajarkan ajaran kebenaran ( Dhamma ) ...

Agama Buddha Tidak Menyembah Berhala

Apakah umat Buddha (Buddhis) adalah seorang pemyembah berhala seperti yang dikatakan oleh agama lain? berikut ini adalah penjelasan mengapa umat Buddha sangat menghargai wujud penggambaran dari Sang Buddha dalam bentuk patung (rupang) atau lukisan. Penghormatan Terhadap Objek Dalam setiap agama pasti terdapat objek-objek atau simbol-simbol yang ditujukan untuk penghormatan. Dalam Buddhisme terdapat tiga objek agama yang utama untuk tujuan tersebut, yaitu: 1. Saririka atau relik-relik jasmani Sang Buddha; 2. Uddesika atau simbol-simbol agama seperti rupang (patung, gambar) Sang Buddha dan cetiya atau pagoda; 3. Paribhogika atau barang-barang pribadi yang pernah digunakan oleh Buddha. Sudah menjadi hal yang biasa bagi semua umat Buddha di seluruh dunia untuk memberikan penghormatan kepada objek-objek di atas. Dan juga merupakan tradisi umat Buddha untuk membangun rupang Sang Buddha, cetiya atau pagoda pagoda serta menanam pohon Bodhi di setiap Vihara sebagai objek penghorma...